ACEH TIMUR – satupena.co.id
23 Februari 2024 Forum Masyarakat Aceh Transparansi (ForMAT), meminta Badan pengawas pemilu (Bawaslu) di Kabupaten Aceh Timur untuk terus mengawasi proses perhitungan suara, agar tidak terjadi penggelembungan saat pleno di tingkat kecamatan.
Hal itu disampaikan oleh Ketua ForMAT Mahyuddin Kubar, pada Jumat, 23 Februari 2024. Menurut mantan ketua Panwascam ini, penggelembungan suara kepada Caleg tertentu sangat rawan dilakukan oleh oknum penyelenggara di tingkat kecamatan, jika tidak benar-benar diawasi bukan tidak mungkin hal itu dapat terjadi.
“Pengalaman pada pemilu sebelum, ada yang mungkin masih ingat bagaimana kondisi saat itu terjadi, bahkan ada oknum PPK yang dilaporkan karena melakukan penggelembungan suara kepada Caleg tertentu,” kata Mahyuddin Kubar.
Ketegasan dan peningkatan kewaspadaan dari Bawaslu maupun para saksi, saat dilakukan rekapitulasi itu menurut Mahyuddin mesti diperhatikan dengan serius, mengingat potensi kecurangan seperti ini dapat merusak tatanan demokrasi, dan merugikan masyarakat yang telah memberikan mandatnya pada pesta demokrasi tahun ini.
Bawaslu maupun saksi juga harus jeli dalam mengawasi, serta harus mencocokan hasil pleno dengan perolehan suara dari setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS). Selain itu sarannya, jangan terlalu buru-buru menandatangani hasil pleno sebelum mencocokan dengan kembali dengan hasil awal.
“Karena jika telah ditandatangani buru-buru, ternyata terdapat ketidak samaan perolehan suara saat pleno, maka tidak dapat dilakukan pembatalan, sehingga harus membuat laporan pengaduan dugaan kecurangan nantinya, dan sudah tentu memakan waktu,” terang Mahyuddin, yang juga mantan Ketua Panwaslih Kecamatan Peureulak pada pemilu 2017 lalu.
Begitupun, tambah Mahyuddin Kubar, laporan dugaan kecurangan yang dilakukan oleh penyelenggara di tingkat kecamatan, tidak serta merta harus diterima oleh panitia pengawas, namun hal itu harus mencukupi unsur-unsur, misalnya harus ada bukti, saksi dan sebagainya yang dapat memenuhi unsur.
Bahkan nantinya juga akan disidangkan melalui lembaga penega hukum terpadu (Gakkumdu) yang telah dibentuk. Dan jika salah seorang peserta tidak puas dengan perolehan hasil saat penetapan, maka peserta pemilu yang merasa dirugikan ataupun dicurangi harus mengajukan keberatannya ke tingkat Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, tentunya ini memang waktu yang lama, tambahnya.
Untuk itu dia menyarakan agar setiap saksi benar-benar mengawasi dan mendata terlebih dahulu perolehan suara yang diperoleh setiap kontestan seperti caleg, baik antara lain partai maupun caleg yang sesama partai.
“Data itu harus dimiliki oleh setiap kontestan, dan harus didata dengan akurat, kemudian dicolokkan kembali dengan hasil saat pleno, dan yang tak kalah pentingnya, sebelum menandatangani hasil pleno dari PPK kalau bisa dibukakan kembali lembaga demi lembar, jangan nanti yang ditandatangani ternyata telah berbeda dengan hasil tayangan saat pleno, karena ditahap itu bisa ‘disulap’ untuk penggelembungan suara untuk peserta tertentu,” jelas Mahyuddin Kubar.
Menurut mantan aktivis HMI Cabang Langsa ini, imbauan maupun bersifat peringatan ini disampaikan pihaknya, agar proses rekapitulasi saat pleno tidak terjadi kegaduhan, sehingga fungsi pengawasan dari Bawaslu pun dapat dijalankan dengan maksimal.
“Masyarakat tentu berharap proses ini dapat berlangsung jurdil sampai ketahap perhitungan berjenjang, begitupun hasil demokrasi ini tidak ada yang dinodai, sehingga semua peserta pemilu (caleg) meras puas, tanpa adanya main mata antara oknum caleg tertentu dengan penyelenggaraan,” ujarnya.