Oleh Pujo Prayetno. Sekjen PJS Bener Meriah
Satupena.co.id.- Dalam era keterbukaan informasi, karya jurnalistik seharusnya menjadi salah satu jembatan penting antara pemerintah dan masyarakat. Berita yang dihasilkan wartawan bukan sekadar tulisan di atas kertas atau layar gawai, melainkan hasil kerja keras, investigasi, serta komitmen untuk menyuarakan fakta dan kepentingan publik. Namun, ironisnya, di banyak daerah kini muncul fenomena yang memprihatinkan: pemerintah daerah seakan tak lagi peduli terhadap karya jurnalistik.
Bentuk ketidakpedulian itu terlihat dari berbagai hal. Mulai dari minimnya perhatian terhadap publikasi berita pembangunan, enggannya pejabat memberikan keterangan resmi, hingga sikap abai terhadap pemberitaan kritis yang justru bertujuan membangun. Alih-alih menjadikan kritik media sebagai bahan evaluasi, tidak jarang pemerintah daerah bersikap defensif, bahkan ada yang cenderung menganggap karya jurnalistik sebagai “gangguan” dalam menjalankan program.
Padahal, tanpa dukungan media, berbagai capaian pembangunan seringkali tidak sampai ke telinga masyarakat. Warga berhak tahu apa yang telah dikerjakan pemerintah, sejauh mana transparansi anggaran berjalan, dan bagaimana kebijakan daerah memberi dampak bagi kehidupan sehari-hari. Peran itulah yang diemban jurnalis, agar publik tidak hanya disuguhi janji, tetapi juga realita.
Ketika pemerintah daerah mulai mengabaikan pentingnya jurnalistik, yang sesungguhnya terjadi adalah terputusnya komunikasi dengan rakyat. Lebih buruk lagi, hal itu dapat memunculkan ruang gelap bagi praktik korupsi, penyalahgunaan wewenang, atau kebijakan yang tidak pro rakyat. Sebab, tidak ada lagi media yang mengawal secara serius, sementara masyarakat kehilangan akses terhadap informasi yang jujur dan berimbang.
Oleh karena itu, pemerintah daerah seharusnya tidak alergi terhadap karya jurnalistik. Sebaliknya, mereka perlu merangkul media sebagai mitra strategis dalam pembangunan. Kritik yang tajam tidak selamanya merugikan, justru bisa menjadi cermin untuk memperbaiki diri. Apresiasi terhadap karya wartawan bukan sekadar dalam bentuk seremonial, melainkan dengan membuka akses informasi, menghargai kerja-kerja jurnalistik, serta mengakui peran penting pers sebagai salah satu pilar demokrasi.
Kini saatnya semua pihak, terutama pemerintah daerah, menyadari bahwa mengabaikan jurnalistik sama saja menutup ruang transparansi. Jika itu dibiarkan, maka pembangunan hanya akan menjadi slogan kosong tanpa ruh kejujuran. Sementara di sisi lain, masyarakat berhak mendapatkan berita yang benar, utuh, dan berimbang—bukan sekadar narasi yang indah di atas kertas laporan tahunan.
Penulis : Pujo.