Aceh Timur – Serangan kawanan gajah liar kembali menghantui masyarakat Dusun Sijuk, Desa Sijudo, Kecamatan Pante Bidari, Kabupaten Aceh Timur, pada Minggu, 20 Oktober 2024. Kejadian ini merusak lahan pertanian warga, termasuk kebun sawit milik Nurhalimah yang menjadi salah satu korban dalam insiden tersebut. Nurhalimah, yang telah merawat kebun sawitnya selama bertahun-tahun, kini harus menanggung kerugian besar akibat serangan yang terjadi secara tiba-tiba.
“Saya sangat terpukul. Kebun sawit yang saya rawat dengan susah payah selama bertahun-tahun kini rusak parah. Gajah-gajah itu menginjak-injak semuanya dalam waktu singkat, tanpa ada yang bisa menghentikan,” ungkap Nurhalimah dengan sedih.
Serangan ini tidak hanya menghancurkan kebun sawit, tetapi juga merusak tanaman padi, jagung, dan pisang yang merupakan mata pencaharian utama banyak warga di desa tersebut. Konflik antara manusia dan gajah liar yang datang dari hutan di kawasan Pante Bidari ini sudah terjadi berulang kali, namun solusi jangka panjang masih belum ditemukan.
Warga Desa Sijudo kini semakin khawatir dengan keselamatan mereka dan kelangsungan hidup dari sektor pertanian yang menjadi sumber pendapatan utama. Salah satu tokoh masyarakat Desa Sijudo, Alamsyah, menyuarakan keprihatinan dan desakan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh agar segera mengambil tindakan nyata untuk mengatasi masalah ini.
“Kami di sini sangat resah. Serangan gajah ini bukan pertama kalinya terjadi, dan setiap kali terjadi, kerugian yang kami alami semakin besar. Sudah terlalu lama kami menghadapi masalah ini tanpa ada solusi yang memadai. Kami berharap BKSDA segera turun tangan untuk menangani masalah ini dengan lebih serius. Kami tidak bisa terus hidup dalam ketakutan setiap kali gajah turun ke desa,” tegas Alamsyah.
Alamsyah menambahkan bahwa masyarakat menginginkan adanya pendekatan yang lebih proaktif dan berkelanjutan dari pihak berwenang, terutama BKSDA, untuk mencegah konflik satwa liar di masa depan. Salah satu harapan besar warga adalah adanya program mitigasi konflik yang lebih konkret, seperti pemasangan pagar listrik di area-area yang rawan dilalui kawanan gajah, serta patroli rutin untuk memantau pergerakan satwa liar tersebut.
“Saya yakin, jika ada langkah pencegahan yang tepat, serangan-serangan seperti ini bisa diminimalisir. Kami tidak hanya butuh solusi jangka pendek, tetapi juga jangka panjang. Misalnya, pemasangan pagar listrik atau penanaman tanaman penghalang yang dapat mencegah gajah mendekat ke pemukiman dan lahan kami. Ini bukan hanya tentang ekonomi, tetapi juga keselamatan warga yang kerap merasa terancam dengan adanya kawanan gajah yang liar,” lanjut Alamsyah.
Selain itu, warga juga meminta adanya program sosialisasi dan pelatihan tentang cara menangani konflik satwa liar agar masyarakat lebih siap dan tahu langkah yang harus diambil ketika menghadapi situasi darurat seperti serangan gajah. Sosialisasi ini penting agar warga tidak bertindak sendiri dengan cara-cara yang justru bisa membahayakan diri mereka dan satwa liar tersebut.
“Selama ini, kami merasa tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang bagaimana harus bertindak saat gajah turun ke desa. Beberapa warga bahkan mencoba mengusir gajah dengan peralatan seadanya, yang tentu berbahaya. Kami berharap BKSDA bisa memberikan edukasi kepada kami tentang langkah-langkah yang aman dan tepat untuk menghadapi situasi ini,” jelas Alamsyah.
Hingga berita ini diturunkan, pihak BKSDA belum berhasil dikonfirmasi mengenai langkah yang akan diambil untuk menangani serangan gajah liar di Dusun Sijuk. Warga berharap adanya respons yang cepat dan nyata dari pihak berwenang agar masalah ini tidak terus berlarut-larut, mengingat kerugian yang sudah dialami petani semakin membesar dari waktu ke waktu.
Masyarakat Desa Sijudo sangat berharap agar konflik antara gajah liar dan penduduk dapat segera berakhir dengan solusi yang berkelanjutan. Mereka meminta agar pemerintah daerah dan BKSDA lebih aktif dalam melindungi lahan pertanian dan mendukung kesejahteraan warga yang terdampak serangan gajah liar, karena jika dibiarkan terus terjadi, hal ini akan menambah beban ekonomi dan psikologis bagi masyarakat setempat.
“Kami hanya ingin hidup dengan tenang, bekerja di kebun kami tanpa khawatir kapan gajah akan datang lagi. Kami sangat berharap BKSDA bisa membantu kami mencari solusi yang efektif dan segera. Waktu tidak lagi berpihak pada kami, jika tidak ada tindakan segera, kami bisa kehilangan segalanya,” tutup Alamsyah dengan penuh harap.
Masyarakat Desa Sijudo kini menanti langkah nyata dari pihak terkait untuk menyelesaikan masalah ini, agar kehidupan mereka bisa kembali normal tanpa teror dari kawanan gajah liar yang terus merusak ketenangan dan sumber penghidupan mereka, masyarakat desa sijudo sangat berharap agar pemerintah Aceh Timur bisa melihat keberadaan masyarakat pedalaman Aceh Timur.
Reporter: ZAS