Alih-alih menjadi cadangan pangan strategis, bantuan 7 ton gabah untuk Desa Gegarang justru menimbulkan polemik. Kini stok hanya tersisa 2 ton, sementara warga mengeluh pengelolaan tak jelas dan hasil penjualan gabah tak diketahui arahnya.
Aceh Tengah, Satupena.co.id. – Program lumbung pangan bantuan Pemerintah Aceh melalui Dinas Ketahanan Pangan di Desa Gegarang, Kecamatan Jagong, Kabupaten Aceh Tengah, menuai sorotan. Dari total bantuan awal sebanyak 7 ton gabah yang disalurkan untuk kelompok tani Sido Makmur, kini hanya tersisa sekitar 2 ton. Sejumlah warga menilai pengelolaannya tidak transparan.
Kelompok tani Sido Makmur yang berdiri sejak 2008 dengan 20 anggota, awalnya menerima bantuan berupa bangunan lumbung pangan dan 7 ton gabah melalui proposal resmi berdasarkan kesepakatan bersama. Bantuan tersebut diharapkan menjadi cadangan strategis sekaligus penopang ketahanan pangan masyarakat desa.
Ketua kelompok, Supratno, menjelaskan bahwa sesuai AD/ART, gabah disimpan untuk kemudian dapat dipinjamkan kepada anggota maupun warga umum. Namun, karena sebagian gabah terlalu lama tersimpan, muncul masalah hama sehingga kualitasnya menurun. Untuk mengurangi kerugian, gabah tersebut digiling lalu dijual seharga Rp10 ribu per kilogram, jauh di bawah harga pasar.
“Gabah tidak segera disalurkan karena masyarakat enggan meminjam. Mereka harus menggiling ke Takengon yang jaraknya jauh dan membutuhkan biaya tambahan. Akibatnya gabah menumpuk, dimakan hama, dan kualitasnya rusak,” ujar Supratno, Sabtu (20/9/2025).
Selain itu, masih ada sekitar 20 orang, baik anggota maupun masyarakat umum, yang meminjam gabah namun belum mengembalikannya hingga kini. Jumlah pinjaman bervariasi, mulai dari 200 kilogram hingga 2 kwintal, sehingga turut mempercepat penyusutan stok di lumbung.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan dari sebagian warga Desa Gegarang. Mereka menilai pengelolaan hasil penjualan dan mekanisme pinjaman gabah tidak jelas.
“Kalau gabah dijual, tidak ada yang tahu uangnya ke mana. Bahkan gabah yang dipinjam masyarakat juga belum jelas pengembaliannya. Kami berharap hal ini ditangani dengan baik, supaya bantuan benar-benar bermanfaat,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Kini, stok gabah di lumbung diperkirakan hanya tinggal sekitar 2 ton dari total 7 ton bantuan awal. Situasi ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai efektivitas program lumbung pangan yang seharusnya menjadi penopang kebutuhan darurat masyarakat desa.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas Ketahanan Pangan Aceh maupun Aceh Tengah belum dapat dikonfirmasi terkait mekanisme pengawasan dan pendampingan program lumbung pangan di Desa Gegarang. Awak media masih berupaya mendapatkan keterangan resmi dari pihak terkait untuk memastikan langkah perbaikan ke depan. ( O )