BeritaOpiniRuang Redaksi

“Pena yang Tak Tunduk” Manifesto Perlawanan Seorang Jurnalis

54
×

“Pena yang Tak Tunduk” Manifesto Perlawanan Seorang Jurnalis

Sebarkan artikel ini

0:00

Oleh: Yusra Efendi

“Andai api kecil di dada ini tak padam,
dan semangat ini tak luntur oleh caci dan ancaman,
maka biarlah kuterus menggerakkan pena—
menorehkan tinta, bukan darah.
Menghunus kebenaran, bukan kebencian.
Menikam kezaliman, bukan manusia.
Karena musuhku bukan rakyat,
melainkan keserakahan yang berseragam kuasa.”

Di zaman ketika kebenaran dibungkam,
dan suara dibeli,
menjadi jujur adalah bentuk perlawanan paling senyap—
namun juga yang paling suci.

Aku ini bukan siapa-siapa.
Bukan prajurit. Bukan politisi. Bukan pemilik modal.
Aku hanya seorang jurnalis,
yang menggenggam catatan kecil,
rekaman suara rakyat,
dan secarik keberanian yang tak bisa ditukar oleh uang.

Baca juga Artikel ini :   Kodim 0102/Pidie Gelar Upacara Peringati Hari Kebangkitan Nasional ke-117

Aku menulis dengan nurani.
Mereka membalas dengan fitnah.
Aku suguhkan fakta.
Mereka gantikan dengan ilusi.
Kami menggali suara dari akar rumput,
mereka mengatur sandiwara dari balik panggung kekuasaan.

Namun dengarlah:
Kebenaran tidak pernah sendiri.
Ia hanya tampak sunyi karena tak semua berani menyertainya.
Dan hari ini—
barangkali hanya satu orang yang cukup nekad untuk berdiri.
Hari ini—
barangkali hanya satu pena yang cukup keras kepala untuk tetap menulis.
Tapi itu cukup.
Cukup satu untuk menggoyang gunung kesombongan.

Jangan takut bila mereka mencaci.
Jangan goyah ketika namamu dihujat.
Jangan gentar saat mereka mencoba membungkammu dengan kebohongan dan tekanan.
Karena justru itulah tandanya:
tulisanmu sudah sampai ke jantung kekuasaan.

Baca juga Artikel ini :   Babinsa Koramil 09/Ketol Gelar Komsos Bahas Bahaya Narkotika di Desa Buge Ara

Pena yang menelanjangi kezaliman
selalu jadi mimpi buruk bagi mereka
yang menyukai gelap.

Sejarah bukan ditulis oleh mereka yang nyaman.
Sejarah ditulis oleh mereka yang terluka tapi tetap berdiri.
Yang dipenjara, difitnah, dibungkam—
tapi tak pernah menyerah.

Aku, Yusra Efendi,
wartawan kecil dari Takengon,
mungkin tak pernah dikenal dunia.
Tapi aku bersumpah:
aku akan terus menulis.
Bukan untuk pujian.
Bukan demi kekuasaan.
Tapi karena anak-anak kita
berhak tumbuh di tanah
yang tak dikuasai oleh dusta.

Kelak, ketika rambut ini memutih,
dan tangan mulai gemetar,
aku ingin menatap cermin
dan berkata pada diri sendiri:
“Aku tak pernah berkhianat pada nuraniku.”

Baca juga Artikel ini :   Ramadhan Berkah, Kodim 0102/Pidie Bagikan Ratusan Takjil Gratis Kepada Warga

“Mereka bisa merampas suaraku,
tapi tidak bisa memadamkan cahaya
yang kutyalakan lewat kata-kata.”

Aku akan terus menulis.
Terus melawan.
Tuhan melihat.
Rakyat mengingat.
Dan sejarah mencatat.

Untukmu,
yang berdiri di ruang redaksi dengan mata lelah tapi hati menyala.
Untukmu,
yang dikejar pasal tapi tetap turun ke lapangan.
Untukmu,
yang menulis meski tahu besok bisa dipecat atau diancam.

Jangan padam.
Jangan tunduk.
Jangan berhenti.

Karena jika bukan kita,
siapa lagi?

(Salam Pena Perlawanan)
—Yusra Efendi

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *