Jakarta – Ketua Umum Solidaritas Pemersatu Bangsa Indonesia (SPBI) Dr. Iswadi, M.Pd mengemukakan bahwa Ketua MPR RI Bambang Soesatyo perlu menunggu paling singkat tiga tahun untuk menjadi guru besar usai memperoleh ijazah doktor pada 28 Januari 2023.
Iswadi menyampaikan hal itu setelah Ketua MPR RI yang akrab disapa Bamsoet mengajukan kenaikan jabatan akademik menjadi guru besar atau profesor.
“Lebih bijaksana jika aturan waktu tiga tahun dipenuhi agar menjadi teladan yang baik,” ujar Iswadi
Ia menjelaskan bahwa dalam pengusulan kenaikan jabatan akademik, terdapat aspek penting yang perlu dijalankan melalui platform Sistem Informasi Sumber Daya Terintegrasi (SISTER) milik Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
“Ada ketentuan yang butuh perhatian. Syarat tiga tahun betul adanya, demikian juga syarat dua tahun dari jabatan sebelumnya (lektor kepala, red) ujarnya.
Selain itu, Iswadi menjelaskan bahwa secara kumulatif waktu, seseorang harus memiliki pengalaman kerja sebagai dosen selama sepuluh tahun untuk mengajukan kenaikan jabatan menjadi guru besar.
“Sebetulnya bisa loncat jabatan juga sepanjang syaratnya dipenuhi, seperti misalnya memiliki karya tulis di (jurnal) Q2 minimal dua buah dengan SJR (scientific journal rankings, red) lebih dari 0,5, sepanjang kreditnya memadai,” jelasnya.
Ia menambahkan proses loncat jabatan untuk menjadi guru besar adalah memiliki empat jurnal dengan reputasi yang baik dan diterjemahkan di jurnal Q1 atau Q2, serta dua di antaranya harus memiliki SJR lebih dari 0,5.
Sementara itu, proses kenaikan jabatan akademik seorang lektor kepala menjadi guru besar atau profesor juga tercantum pada Pasal 10 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 92 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Dosen.
Selain itu Publikasi jurnal internasional bereputasi dan tidak scopus discontinue. Selain itu aturan PAK 2024 ini tidak ada lagi loncat jabatan, ya kecuali diberikan diskresi. Tapi kasian buat dosen-dosen lain yang bisa
Dr. Iswadi, M.Pd meminta Bambang Susatyo, untuk mengikuti prosedur yang ditetapkan dan tidak terburu-buru dalam proses pengangkatannya menjadi guru besar.Selain dirinya, Permintaan ini datang juga dari berbagai pihak yang menekankan pentingnya mematuhi aturan dan standar akademis yang berlaku untuk Menjadi guru besar.
Pasalnya, pencapaian yang tinggi dalam dunia akademis, membutuhkan proses dan komitmen serta dedikasi yang luar biasa.
“Proses ini tidak hanya melibatkan penilaian terhadap kualifikasi dan prestasi akademis, tetapi juga memerlukan waktu untuk memastikan bahwa semua persyaratan administratif dan akademis terpenuhi,” ujar Dr. Iswadi, M.Pd, Senin 15 Juli 2024.
Beberapa kolega dan pengamat akademis juga menyoroti bahwa penting bagi Bambang untuk menjalani setiap tahap dengan cermat dan teliti.
Mereka menekankan bahwa proses yang terstruktur dan terukur ini adalah untuk memastikan bahwa setiap kandidat guru besar benar-benar layak dan siap memikul tanggung jawab yang besar ini.
Desakan untuk mengikuti prosedur yang ada adalah bagian dari upaya menjaga integritas dan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Dengan mematuhi aturan yang ada, Bambang diharapkan dapat menunjukkan keteladanannya sebagai akademisi, tetapi juga sebagai individu yang menghormati proses dan standar profesional.
Dengan demikian, harapan untuk melihat Bambang Susatyo sebagai guru besar tetap tinggi, hanya saja diperlukan kesabaran dan kepatuhan terhadap prosedur yang ada karena itu menjadi kunci untuk mencapai tujuan tersebut dengan cara yang benar dan bermartabat.
“Bambang Susatyo diharapkan tidak buru buru untuk menjadi profesor dan kita sarankan agar ikuti prosedur ketentuan akademik guru besar besar bukan gelar tapi jabatan akademik yg diberikan kepada pengajar yg telah panjang mengabdi di perguruan tinggi dan memiliki karya ilmiah serta pengabdiannya sebagai akademisi,” katanya.
Lazimnya seseorang menjadi guri besar mulai dari asisten dosen hingga lektor kepala, 20tahun, atau sekurangnya 5-10 tahun setelah meraih gelar pendidikan S3 doktoral dimana ybs menjadi pengajar di Perguruan Tinggi. tambahnya.
“Kepada Bambang Susatyo, saya ingin menyampaikan beberapa nasihat terkait niat Anda untuk segera meraih gelar profesor. Sebagai pengingat, gelar profesor bukanlah sekadar gelar akademik, melainkan jabatan akademik yang diberikan kepada pengajar yang telah lama mengabdi di perguruan tinggi dan memiliki karya ilmiah serta pengabdian sebagai akademisi yang signifikan,” ucap dia.
Untuk meraih gelar profesor, seseorang biasanya memulai dari posisi asisten dosen, kemudian naik ke jabatan lektor kepala, dan seterusnya.Lanjut, proses ini umumnya memakan waktu sekitar 20 tahun, atau setidaknya 5-10 tahun setelah meraih gelar pendidikan S3 atau doktoral, di mana yang bersangkutan aktif mengajar di perguruan tinggi.
Oleh karena itu, saya sangat menyarankan agar Anda mengikuti seluruh prosedur dan ketentuan akademik yang berlaku.
“Fokuslah pada pengabdian Anda sebagai pengajar dan kontribusi Anda dalam dunia akademis melalui karya-karya ilmiah yang berkualitas,” katanya lagi.
Penghargaan dan pengakuan sebagai guru besar akan datang seiring dengan waktu dan dedikasi yang Anda berikan.
“Hormati proses yang ada, karena gelar profesor merupakan penghargaan tertinggi dalam dunia akademik yang mencerminkan bukan hanya keahlian dan pengetahuan, tetapi juga integritas dan dedikasi sebagai seorang akademisi. Semoga Anda sukses dalam perjalanan akademik Anda dan terus memberikan kontribusi yang berarti bagi dunia pendidikan,” jelasnya.
Dr. Iswadi, M.Pd. melanjutkan keinginan untuk mencapai puncak tertinggi dalam karier akademik adalah aspirasi yang mulia.
Namun, dalam usaha mencapai gelar guru besar, penting bagi semua pihak untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan tidak terburu-buru.
Gelar guru besar bukan sekadar penghargaan, tetapi juga tanggung jawab besar yang memerlukan kualifikasi dan kompetensi yang tinggi.
Dalam dunia akademik, guru besar dianggap sebagai puncak pencapaian karier.
“Mereka bukan hanya pendidik, tetapi juga pemimpin dalam bidang keahlian mereka, yang diharapkan memberikan kontribusi signifikan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat,” katanya.Oleh karena itu, proses untuk mencapai gelar ini harus diiringi dengan persiapan yang matang dan pemenuhan semua persyaratan yang berlaku.
Setiap calon guru besar harus melewati serangkaian tahapan yang ketat. Tahapan ini mencakup penilaian terhadap kualifikasi akademik, pengalaman mengajar, publikasi ilmiah, serta kontribusi dalam bidang penelitian.
Semua ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa individu yang mencapai posisi ini benar-benar layak dan mampu menjalankan tanggung jawab yang melekat pada gelar tersebut.
Sayangnya, di beberapa kasus, terdapat kecenderungan untuk mengejar gelar ini dengan cara yang terburu-buru.
Dorongan untuk segera mendapatkan gelar guru besar bisa disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari tekanan institusi, harapan pribadi, hingga dorongan sosial.
Namun, sikap terburu-buru ini justru dapat berakibat negatif, baik bagi individu itu sendiri maupun bagi institusi tempat mereka bekerja.
Pertama, terburu-buru dalam mengejar gelar guru besar dapat mengorbankan kualitas. Publikasi ilmiah yang dihasilkan mungkin tidak memenuhi standar kualitas yang diharapkan.
Padahal, publikasi ilmiah yang baik memerlukan penelitian yang mendalam, analisis yang cermat, dan penyajian yang jelas.
“Jika proses ini dilakukan dengan tergesa-gesa, hasilnya tidak akan optimal dan tidak akan memberikan kontribusi yang berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan,” katanya.
Kedua, terburu-buru bisa mengakibatkan ketidakpuasan di kemudian hari. Ketika seseorang mencapai gelar guru besar tanpa persiapan yang memadai, mereka mungkin merasa tidak siap untuk menjalankan tanggung jawab yang ada.
“Hal ini bisa mengurangi motivasi dan kinerja, yang pada akhirnya berdampak negatif bagi perkembangan akademik dan mahasiswa yang mereka bimbing,” tambahnya.
Ketiga, terburu-buru bisa merusak reputasi institusi. Institusi pendidikan memiliki tanggung jawab untuk menjaga standar kualitas dan kredibilitas mereka.
“Jika seorang guru besar diangkat tanpa memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan, hal ini bisa merusak citra institusi tersebut di mata masyarakat dan dunia akademik,” sebutnya.Oleh karena itu, institusi harus tegas dalam menjalankan prosedur seleksi dan tidak membiarkan adanya celah untuk proses yang tidak sesuai.
Dalam menghadapi tantangan ini, penting bagi semua pihak, baik individu maupun institusi, untuk menjunjung tinggi integritas dan komitmen terhadap kualitas.
Proses untuk mencapai gelar guru besar harus dilihat sebagai perjalanan panjang yang penuh dengan pembelajaran dan pengembangan diri.
Setiap tahapan harus dijalani dengan kesabaran dan dedikasi, sehingga ketika akhirnya mencapai puncak tersebut, seseorang benar-benar siap untuk memberikan kontribusi terbaik mereka.
Institusi pendidikan juga perlu memberikan dukungan yang memadai bagi para calon guru besar.
“Ini bisa berupa kesempatan untuk pengembangan diri, akses terhadap sumber daya penelitian, serta lingkungan yang kondusif untuk berinovasi dan berkarya. Dengan dukungan yang tepat, para akademisi akan lebih termotivasi untuk mencapai gelar guru besar dengan cara yang benar dan berkualitas,” sebutnya.
“Dengan demikian, penting bagi semua pihak untuk mengikuti prosedur dan tidak terburu-buru dalam mengejar gelar guru besar. Keberhasilan dalam meraih gelar ini bukan hanya tentang pencapaian pribadi, tetapi juga tentang tanggung jawab besar untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat,” pungkasnya.