Aceh Tamiang, satupena.co.id- Kapolres Aceh Tamiang, AKBP Muliadi, S.H., M.H., menegaskan komitmen dan dukungan penuh terhadap langkah-langkah yang dilakukan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) dalam merestorasi kebun ilegal—terutama kebun sawit—yang berada dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).
“Apa yang dilakukan Satgas PKH ini sangat penting untuk memperkuat tata kelola sumber daya alam sekaligus menjaga kelestarian lingkungan hidup. Polres Aceh Tamiang siap mendukung agar operasi restorasi kebun sawit ilegal ini dapat segera dituntaskan,” tegas AKBP Muliadi.
Hingga saat ini, Satgas PKH telah berhasil menghancurkan sekitar 175 hektare kebun ilegal di dalam kawasan TNGL. Selain itu, sejumlah warga juga telah secara sukarela menyerahkan kembali lahan yang sebelumnya mereka kuasai, termasuk lahan yang dikelola oleh kelompok pengusaha dengan jaringan perambah yang selama ini meresahkan masyarakat.
Satgas juga menyoroti adanya dugaan pemanfaatan oknum eks kombatan oleh kelompok perambah tersebut, yang kerap melakukan tindakan intimidatif dengan mengatasnamakan isu perdamaian Aceh. Hal ini dinilai berpotensi mengganggu stabilitas keamanan, khususnya di wilayah Kecamatan Tenggulun.
“Tentunya program restorasi yang dijalankan Satgas PKH ini akan kita kawal bersama. Lahan yang sudah dikuasai secara ilegal harus segera dihijaukan kembali agar tidak direbut lagi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” ujar Kapolres.
Penanganan Perambahan Hutan Mangrove di Kecamatan Bendahara.
Selain mendukung program restorasi TNGL, Kapolres juga mengungkapkan bahwa Polres Aceh Tamiang saat ini tengah menangani kasus perambahan hutan mangrove yang terjadi di Dusun Ujung Pusong, Desa Kuala Genting, Kecamatan Bendahara.
“Kasus perambahan hutan mangrove ini sedang kami proses. Penyidik telah memeriksa sejumlah saksi dan ahli. Kami juga telah menyita beberapa barang bukti, memasang police line, dan menempatkan plang penyidikan di lokasi,” jelas Kapolres.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, luas kawasan hutan mangrove yang dirambah mencapai 344,7 hektare. Diduga sejumlah oknum masyarakat telah melakukan perambahan dengan menggunakan alat berat ekskavator, yang kini telah diamankan sebagai barang bukti.
Kapolres menegaskan, proses hukum akan dilakukan secara profesional dan transparan. Setelah proses penyidikan selesai, akan dilakukan penetapan tersangka dengan penerapan pasal-pasal pidana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
Pasal 82 UU No. 18 Tahun 2013 (diubah dengan UU No. 6 Tahun 2023):
Pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
Pasal 84:
Pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp2,5 miliar.
Pasal 92:
Pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
“Kami mengimbau kepada pihak yang menguasai kawasan mangrove agar bersikap kooperatif. Perambahan mangrove menjadi perhatian serius semua pihak. Jika dibiarkan, dampaknya sangat luas—salah satunya adalah bencana banjir. Oleh karena itu, diperlukan tindakan hukum yang tegas,” kata Kapolres.
Imbauan kepada Masyarakat
Di akhir pernyataannya, Kapolres mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan dan tidak melakukan aktivitas ilegal di kawasan hutan.
“Hutan adalah sumber kehidupan. Kita semua memiliki tanggung jawab moral untuk melindungi dan mewariskannya kepada generasi yang akan datang,” pungkasnya. ( Yogi.S )