Penulis :B. Irwansyah, S.H
Fakulty Of Law University Malikussaleh
satupena.co.id
Illegal logging merupakan suatu penebangan pohon secara besar-besaran yang dilakukan oleh sekelompok individu maupun individu tanpa izin dari pihak yang berwenang, penebangan pohon ini sudah di kategorikan illegal. Isu kerusakan lingkungan yang marak terjadi di berbagai Negara, yang mempunyai hutan yang luas termasuk di Indonesia. Pada pasal 50 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 telah melarang keras melakukan suatu kegiatan illegal logging (pembalakan liar).
Dalam pengertiannya, illegal logging mengandung banyak makna seperti pembalakan atau penebangan liar, pencurian kayu dan pengangkutan kayu secara tidak sah atau tanpa izin dari pihak instansi negara. Menurut FWI (Forest Watch Indonesia) dan GFW (Global Forest Wacht), illegal logging dibagi menjadi dua yaitu yang dilakukan oleh operator sah yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam izin yang dimilikinya dan melibatkan pencuri mempunyai hak legal untuk menebang pohon.
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini, untuk mengetahui penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging di Kabupaten Bener Meriah dan untuk mengetahui bagaimana, upaya dalam mengatasi penegakan hukum tindak pidana Illegal Logging (pembalakan liar), di Kabupaten Bener Meriah. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif dengan menggunakan pendekatan penelitian empiris, adapun teknik pengumpulan data dilakukan melalui penelitian lapangan (field research) dan penelitian kepustakaan (library research).
Hasil penelitian, menunjukan bahwa penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging di Kabupaten Bener Meriah, yaitu Pertama, sarana dan prasarana kurang memadai, Kedua, kerjasama antara dinas terkait dengan pemerintah daerah kurang maksimal dalam menangani pencegahan pembalakan liar (illegal logging), Ketiga, kurangnya kesadaran hukum masyarakat dan oknum aparat penegak hukum yang masih banyak melanggar, Keempat, pelaku pembalakan liar (illegal logging) di back-up oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, Kelima, terdapat tebang pilih dalam melakukan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pembalakan liar (illegal logging).
Saran dan harapan penulis berikan untuk arah perkembangan selanjutnya aparat penegak hukum dalam menjalankan fungsi penegakan hukum tidak tebang pilih tanpa adanya pandang bulu, bagi pelaku tindak pidana illegal logging di harapkan tidak melakukan penebangan kayu di hutan secara berlebihan dan para pembisnis kayu tidak melakukan secara illegal, mari bersama menjaga hutan, karena hutan adalah warisan untuk anak cucu kedepannya.
“Kata Kunci: Penegakan Hukum, Tindak Pidana, Illegal Logging.“
*PENDAHULUAN*
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai hutan terluas dan dikategorikan sebagai paru-paru dunia. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 Ayat (3), telah dikatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan, sedangkan kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkutpaut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.
Kerusakan hutan tersebut terjadi karena adanya tindak pidana kehutanan, antara lain aktifitas penebangan hutan secara liar (Illegal logging). Illegal logging merupakan suatu isu kerusakan lingkungan yang marak terjadi di berbagai Negara yang mempunyai hutan yang luas termasuk di Indonesia. Pasal 50 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 telah melarang keras melakukan suatu kegiatan illegal logging (pembalakan liar).
Menurut FWI (Forest Watch Indonesia) dan GFW (Global Forest Wacht), illegal logging dibagi menjadi dua yaitu yang dilakukan oleh operator sah yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam izin yang dimilikinya dan melibatkan pencuri mempunyai hak legal untuk menebang pohon.
Berdasarkan SK/MenLHK Nomor 103/Men-LHK-II/2015, Luas Kawasan hutan dan konservasi perairan pada Provinsi Aceh berkisar 3.557.928 hektar. Dari jumlah luas hutan tersebut sekitar 60 persen hutan telah terdegradasi atau mengalami kerusakan.
Beberapa tahun terakhir, luas hutan tropis Indonesia yang 120,35 juta hektar atau 63 persen luas daratan, terus menyusut. Berdasarkan hasil analisis FWI dan GFW dalam kurun waktu 50 tahun, luas tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40 persen dari total tutupan hutan di indonesia. Berdasarkan data awal yang di himpun, hutan Aceh terdata sebagai hutan dengan kerusakan tertinggi, terlebih khususnya di Kabupaten Bener Meriah yakni sebesar ± 150 hektare pertahunnya. Luas hutan yang telah rusak masuk dalam kawasan hutan lindung.
Dalam melakukan penegakan hukum pemerintah telah memberikan wewenang kepada aparat penegak hukum berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Pasal 1 Ayat (2) Nomor P.75/Menhut-II/2014 Tentang Polisi Kehutanan, pengertian Polisi Kehutanan selanjutnya disebut Polhut adalah pejabat tertentu dalam lingkungan instansi perhutanan pusat dan daerah yang sesuai dengan sifat pekerjaannya, menyelenggarakan/melaksanakan perlindungan hutan yang telah di beri kuasa oleh undang-undang dan diberikan wewenang kepada kepolisian khusus dibidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Namun, kinerja Polisi Kehutanan hingga saat ini belum maksimal sehingga para pelaku perambah hutan, penebangan hutan dan kerusakan hutan lainnya masih terjadi di hutan di wilayah Kabupaten Bener Meriah yang terus meningkat setiap tahunnya.
Berdasarkan observasi awal di lapangan, dengan sebagaimana yang disebutkan oleh Kanit Tipiter (Tindak Pidana Tertentu) Bripka M.Rasyid Polres Bener Meriah, bahwa jumlah perkara yang telah di laporkan oleh masyarakat pada tahun 2019-2020 berjumlah 5 perkara tindak pidana penebangan liar (illegal logging), yang dilakukan oleh masyarakat yang bekerjasama dengan salah satu oknum aparat, namun sebagian kasus perkara masih belum terdata, yaitu terdapat angka gelap (tidak semua tercatat).
Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan illegal logging berdampak sangat serius dan sangat buruk terhadap kerusakan lingkungan hidup seperti terjadinya bencana alam dan turunnya keindahan lingkungan sehingga dapat mempengaruhi kehidupan sosial manusia.
Dewasa ini, pengelolaan lingkungan sudah kurang maksimal sebab banyak terjadi kegiatan-kegiatan yang tidak memberlakukan Standart Operating Procedure (SOP) yang tepat. Untuk itu pemerintah telah memberlakukan undang-undang yang harus di jalankan agar tertibnya dan terjaganya lingkungan, di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dimana dasar disebutkan bahwa, Pasal 1 ayat (2), upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakkan hukum.
Adapun pengertian lingkungan hidup adalah suatu kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Upaya menangani perusakan hutan sesungguhnya telah lama dilakukan, tetapi belum berjalan secara efektif dan belum menunjukkan hasil yang optimal. Hal itu antara lain disebabkan oleh peraturan perundang-undangan yang ada, seperti Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dinilai belum secara tegas mengatur tindak pidana perusakan hutan yang dilakukan secara terorganisasi. Oleh karena itu, disusunlah Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang merupakan payung hukum baru agar perusakan hutan terorganisasi dapat ditangani secara efektif dan efisien serta pemberian efek jera kepada pelakunya.
*METODE PENELITIAN*
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan hukum yuridis empiris, penelitian hukum yuridis empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang menggunakan fakta-fakta lapangan yang didapat saat wawancara maupun perilaku nyata yang dilakukan melalui pengamatan langsung dari objeknya. Sehingga pendekatan ini digunakan untuk melihat aspek-aspek hukum dalam interaksi sosial didalam masyarakat.
*HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN*
A. Penerapan Penegakan Hukum Yang Dilakukan Oleh Kepolisian Dan Pemerintah Daerah Dalam Menangani Tindak Pidana Illegal Logging
Pelaksanaan hukum dapat berlangsung di dalam masyarakat secara normal apabila setiap individu menaati dengan kesadaran apa yang ditentukan hukum tersebut sebagai suatu keharusan atau sebagai sesuatu yang memang sebaiknya. Pelaksanaan hukum dapat terjadi dikarenakan pelanggaran hukum, yaitu dengan menegakkan hukum tersebut dengan bantuan alat-alat perlengkapan negara.
Negara indonesia adalah negara hukum (rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggung jawabkan perbuatannya melalui proses hukum yang berlaku. Penegakan hukum mengandung makna bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, dimana larangan tersebut disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana.
Dalam menangani penerapan penegakan hukum tindak pidana illegal logging, kepolisian telah melakukan upaya-upaya dalam menangani tindak pidana illegal logging tersebut, yaitu yang di sampaikan oleh Kasat Reskrim Polres Bener Meriah Iptu Bustani, ia mengatakan di dalam penanganan kasus tindak pidana illegal logging membutuhkan waktu tahap penyelidikan, yang sangat matang baik dari laporan masyarakat sampai dengan partisipasi masyarakat, serta pihak kepolisian sendiri yang melaksanakan patroli rutin wilayah hukum Kabupaten Bener Meriah, ketika menemukan adanya pelaku tindak pidana illegal logging baik mengangkut, menebang, memanfaatkan hasil hutan dari hutan lindung, produksi, dan lain-lain pihak kepolisian akan segera melakukan penangkapan. Setelah melakukan penangkapan di lakukan konteks penyidikan. Kepolisian juga melakukan koordinasi terlebih dahulu kepada ahli, yang menyatakan bahwa sipelaku tersebut bersalah (Pasal 184 Kuhap) di urutan ke dua.
Dalam melaksanakan penerapan penegakan hukum tindak pidana illegal logging, adanya hukum itu untuk ditaati, dilaksanakan dan di tegakkan, dalam kaitannya dengan penegakan hukum maka pelaksanaan penegakan hukum merupakan suatu fase dari penegakan kedaulatan atau dalam penegakan kedaulatan tidak terlepas dari kegiatan-kegiatan penegakan hukum karena penegakan hukum secara berhasil merupakan faktor utama dalam mewujudkan dan membina suatu wibawa negara.
Kepala Seksi Pembinaan Teknis Dan Perlindungan Hutan Kph Wilayah II Aceh Yusriza Agustian menerangkan bahwa, dalam menangani kasus illegal logging Kph Wilayah II Aceh ini, tidak selalu melimpahkan ke ranah pidana, melainkan membina, memberikan solusi, dan memberikan suatu kesepakatan kepada pelaku yang melakukan tindak pidana illegal logging untuk tidak mengulanginya kembali, dan kemudian memberikan suatu jalan (tawaran) untuk mengelola hutan yang telah di tebang tersebut agar dapat memberikan kestabilan kembali pada kondisi hutan, serta melayani masyarakat terkait dengan hutan. Penerapan penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging di Kabupaten Bener Meriah belum mencapai titik maksimal atau masih terdapat kelemahan dalam penegakan hukum yaitu disebabkan sarana dan prasarana kurang memadai serta dinas terkait dengan pemerintah daerah kurang maksimal dalam menangani pencegahan pembalakan liar (illegal logging).
B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Illegal Logging (Pembalakan Liar) Di Kabupaten Bener Meriah
Illegal logging merupakan perusakan hutan yang dilakukan oleh seseorang dan akan berdampak pada kerugian baik dari aspek ekonomi, ekologi, maupun sosial budaya. Oleh karena kegiatan itu tidak melalui proses perencanaan secara komprehensif, maka illegal logging mempunyai potensi merusak hutan yang kemudian berdampak pada perusakan lingkungan. Tindakan ini suatu kejahatan yang mencakup kegiatan seperti menebang kayu di area yang dilindungi, area konservasi dan taman nasional, serta menebang kayu tanpa ijin yang tepat di hutan-hutan produksi. Mengangkut dan memperdagangkan kayu illegal dan produk kayu illegal juga dianggap sebagai kejahatan kehutanan.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengumpulan informasi dengan 4 orang pelaku kegiatan tindakan illegal logging (responden) dan (informan) maka faktor penyebabnya yaitu sebagai berikut :
*Faktor Ekonomi*
Berlangsungnya perkembangan globalisasi yang begitu pesat mengakibatkan ketidak mampuan seseorang individu maupun kelompok dalam menangani ekonominya yang kurang stabil, sehingga berdampak pada konflik-konflik internal maupun eksternal di dalam masyarakat. Peristiwa tersebut memudahkan seorang individu maupun kelompok untuk melakukan suatu pekerjaan yang melanggar hukum yang telah berlaku.
Dari pola perilaku pekerjaan masyarakat normal pada umumnya, pola yang dimaksud dalam hal ini ialah pola pelaku kegiatan tindakan pembalakan liar (ilegal logging) untuk mempertahankan hidup ditengah perkembangan ekonomi zaman saat ini.
Hal ini berdasarkan hasil dari penelitian penulis dengan mewawancarai seorang pelaku pekerja tindakan illegal logging, Anto Alias Ucok Rimba seorang petani yang memiliki tanggungan 2 orang anak, ia menyatakan ketika hasil kebun belum panen ataupun dalam masa paceklik ia tidak dapat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangganya sehari-hari, sebab hanya hasil dari kebun yang ia dapatkan dan di kelola, untuk pekerjaan lainnya ia hanya mengerjakan pekerjaan buruh serabutan.
Oleh karena itu sangat jelas bahwa ia melakukan pekerjaan menebang pohon di hutan, karena menebang pohon dan kemudian di jadikan bahan berupa kayu untuk bangunan dan perabot rumah tangga dapat membantu perekonomian keluarganya. Dengan hasil yang ia dapatkan cukup lumayan tinggi harga nilai jualnya ke pengusaha kayu maupun masyarakat individu. Anto Alias Ucok Rimba menyatakan dalam 1 pohon dapat menghasilkan kayu papan sekitar 10 hingga 15 lembar papan dengan ukuran 2×3, 2×4 cm panjang 4 meter dan 10 kayu balok ukuran 1,9 cm, panjang 4 meter. Kayu yang telah di jadikan papan per lembar nya seharga Rp.150.000.
*Faktor Kesempatan Situasi*
Faktor kesempatan situasi ini, dimana seseorang yang telah mendapatkan peluang untuk mencari keuntangan yang besar. saat kurangnya pengawasan pemerintah daerah dan penegak hukum dalam menjalakan fungsinya serta sekelompok orang maupun individu telah melihat suatu wilayah dimana potensi sumber daya alam yang ada di hutan dapat di kelola secara indivual maupun kelompok. Penulis memasukan salah satu penyebab seseorang mengambil kesempatan pada situasi dimana penegak hukum dan pemerintah daerah tidak melakukan pengawasan dalam waktu tertentu.
Dari hasil keterangan wawancara peneliti terhadap pelaku usaha kayu (panglong), Faizul Alias Joel ia menyatakan ketika konsumen banyak yang membutuhkan kayu untuk bangunan rumah, pengusaha kayu memanfaatkan situasi dimana aparat penegak hukum jarang sekali melakukan patroli di kawasan hutan, dan terdapat oknum aparat penegak hukum yang memanfaatkan status nya sebagai beking dalam usaha illegal logging untuk menambah pemasukan. Faizul Alias Joel menuturkan ia sering menyuruh seseorang untuk menebang kayu di hutan dengan membayar seseorang tersebut, saat menyuruh seseorang untuk menebang kayu terkadang ia pun memodali untuk bisnis illegal logging nya.
Penjelasan dari Faizul Alias Joel Supaya tidak mengalami hambatan ataupun proses hukum, pemilik panglong menyuap (memberikan uang) kepada petugas penegak hukum maupun dinas terkait. Setiap pengolahan dan pengangkutan kayu hingga sampai di panglong, hal suap menyuap tersebut berjalan terus, keterangan beliau “Menyetor ke penegak hukum yang melakukan patroli, agar tidak di proses’’ pungkasnya.
*Faktor Pembukaan Lahan*
Pembukaan lahan salah satu langkah awal untuk bercocok tanam, pada suatu areal atau lahan hutan yang sebelumnya banyak di tumbuhi oleh pepohonan, gulma dan keanekaragaman hayati di dalamnya, pembukaan lahan dilakukan untuk keperluan seperti lahan perkebunan, pertanian, transmigrasi, dan keperluan lainnya. Namun lahan dan atau hutan, di negara saat ini berada pada pusat perhatian dunia, karena kerusakan yang merajalela pada sumber daya alam yang besar.
Menurut Hakim Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong, beliau menyampaikan mayoritas masyarakat Kabupaten Bener Meriah adalah petani. Banyak masyarakat yang membuka lahan pertanian di kawasan hutan, dimana masyarakat sering tidak mengetahui bahwa hutan yang di buka tersebut adalah termasuk hutan lindung, produksi ataupun hutan yang dilarang negara untuk di kelola.
*Faktor Kebiasaan Masyarakat*
Kebiasaan merupakan perbuatan masyarakat yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu di rasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbullah suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup di pandang sebagai hukum. Demikian pernyataan yang di kemukakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kph Wilayah II Aceh Saiful Mizan, S. Hut. Beliau menuturkan bahwa, masyarakat di Kabupaten Bener Meriah bermayoritas petani, masyarakat sering sekali membuka lahan dimana-mana termasuk di kawasan hutan. Dari Dinas Kph Wilayah II Aceh telah melakukan sosialisasi, tetapi masih banyak masyarakat yang membuka lahan, seperti membuka lahan di hutan kemudian tidak di kelola lagi dan membuka lahan di tempat lain.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan Kegiatan Tindak Pidana Illegal Logging Di Kabupaten Bener Meriah
Penebangan liar secara terus menerus tanpa adanya pemulihan seperti menanam pohon kembali (reboisasi), maka sangat berdampak buruk bagi lingkungan yang menyebabkan lingkungan itu rusak seperti, terjadinya erosi hutan yang gundul mengakibatkan bencana longsor, dan gersang. Dalam kaitannya melakukan penebang liar ini, banyak yang melakukannya tidak hanya masyarakat biasa saja melainkan oknum-oknum yang mengendalikan serta menjalin suatu kerjasama dalam proses kegiatan illegal logging (pembalakan liar).
Menurut Aspriansyah ada tiga jenis pembalakan liar yang terjadi saat ini, yaitu : Pertama, yang dilakukan oleh orang atau kelompok orang, baik yang tinggal di sekitar hutan atau bahkan jauh berada dari hutan yang tidak mempunyai hak legal untuk menebang pohon. Kedua, dilakukan oleh perusahaan kehutanan yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam izin yang dimilikinya. Ketiga dilakukan oleh orang-orang tertentu yang mengatas namakan rakyat. Kegiatan illegal logging yang terjadi di Kabupaten Bener Meriah, sudah sering di cegah tetapi masih banyak masyarakat dan oknum penegak hukum yang tidak mematuhi aturan hukum yang berlaku berkaitan dengan hutan. Dalam tindak pidana pembalakan liar (illegal logging) yang terjadi sebagian masyarakat dan oknum tertentu yang menjadi pembalakan liar tidak lagi menghiraukan aturan yang wajib untuk dipatuhi. Hal ini disebabkan karena masyarakat dan oknum tertentu yang menjadi pelaku sudah menjadikan kegiatan ini sebagai budaya, bukan lagi sebagai pekerjaan alternatif.
C. Upaya Penanggulangan oleh Kepolisian Dan Pemerintah Daerah Untuk Menangani Kegiatan Tindak Pidana Illegal Logging
1. Pengertian Upaya Kepolisian Dan Pemerintah Daerah
Upaya adalah suatu kegiatan dengan menggerakkan badan, tenaga dan pikiran untuk mencapai suatu tujuan pekerjaan (perbuatan, prakarsa, ikhtiar daya upaya) untuk mencapai sesuatu. Hutan semakin hari semakin gundul akibat dilakukannya penebangan liar oleh sekelompok orang maupun seorang individu, untuk menjaga serta melakukan pengawasan hutan yang cukup serius khususnya di Kabupaten Bener Meriah dalam penanganan mengatasi permasalahan kondisi hutan.
Beberapa upaya yang di lakukan aparat penegak hukum yaitu Kepolisian dan Pemerintah Daerah dalam menangani tindak pidana illegal logging yaitu sebagai berikut :
a) PHBM (Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) merupakan program pengelolaan hutan yang dilakukan oleh pihak Kehutanan dengan masyarakat sekitar kawasan hutan tersebut, dengan program ini Kepolisian dan Pemerintah Daerah beserta masyarakat memulai kembali sebuah hubungan yang baru untuk membentuk hutan yang lebih baik lagi dan dapat memberikan suatu keasrian lingkungan, kehidupan bagi mahluk hidup dan masyarakat yang berada di Kabupaten Bener Meriah, khususnya masyarakat sekitar yang berada di wilayah hutan tersebut.
b) Operasi gabungan
Operasi yang dilakukan oleh pihak Kehutanan (Pamhut) yang diadakan dua kali dalam satu bulan, operasi gabungan ini berupa sebuah sosialisasi yang menyangkut tentang pencegahan kegiatan illegal logging, pembinaan masyarakat agar paham dalam melakukan tindak pidana illegal logging atau pemberitahuan di kawasan hutan tersebut, melakukan upaya pencegahan kegitan illegal logging berupa pemasangan peringatan seperti pamplet di kawasan hutan, di perkebunan masyarakat yang dekat dengan kawasan hutan, melakukan patroli rutin, memberikan solusi tata cara mengelola hutan, melakukan pembinaan dengan cara humanis kepada masyarakat tentang peraturan hukum terkait dengan kehutanan, melakukan koordinasi yang kuat kepada pemerintah daerah dan dinas-dinas terkait, dan mendatangi pelaku usaha. tetapi dalam hal-hal tertentu bisa melakukan patroli secara tiba-tiba apabila terjadi suatu peristiwa hal tertentu.
c) Reboisasi
Merupakan pemulihan hutan yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Pemerintah Daerah (Pemda) dikawasan hutan tepatnya di Kabupaten Bener Meriah yang telah di lakukan kegiatan penebangan kayu (illegal logging), agar tidak gundul, tidak terjadinya longsor dan gersang (rusak)
d) Lembaga Membangun Daerah Hutan (LMDH)
Lembaga Membangun Daerah Hutan merupakan institusi yang dibentuk masyarakat sekitar kawasan hutan yang bertujuan untuk pengelolaan hutan agar hutan tersebut tidak terjadi erosi, serta dapat memberikan fungsi yang baik pada ekosistem alam sekitar.
*KESIMPULAN*
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka kesimpulan yang dapat di ambil adalah :
Penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging (pembalakan liar) di Kabupaten Bener Meriah, belum mencapai titik maksimal atau masih terdapat kelemahan dalam penegakan hukum. Kelemahan dan kurangnya penegakan hukum terhadap kegiatan tindak pidana illegal logging disebabkan yaitu, Pertama, sarana dan prasarana kurang memadai, Kedua, kerjasama antara dinas terkait dengan pemerintah daerah kurang maksimal dalam menangani pencegahan pembalakan liar (illegal logging), Ketiga, kurangnya kesadaran hukum masyarakat dan oknum aparat penegak hukum yang masih banyak melanggar, Keempat, pelaku pembalakan liar (illegal logging) di back-up oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, Kelima, terdapat tebang pilih dalam melakukan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pembalakan liar (illegal logging).
Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya tindak pidana illegal logging (pembalakan liar) di Kabupaten Bener Meriah diantaranya yaitu, faktor ekonomi, faktor kesempatan situasi, faktor pembukaan lahan, faktor kebiasaan masyarakat.
Upaya dalam menangani tindak pidana illegal logging (pembalakan liar) di Kabupaten Bener Meriah oleh Kepolisian dan Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut :
PHBM (Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat)
Operasi gabungan
Reboisasi
LMDH
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, maka beberapa saran yang penulis berikan untuk arah perkembangan selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. Aparat penegak hukum dalam menjalankan fungsi penegakan hukum tidak tebang pilih, tanpa adanya pandang bulu.
2. Bagi pelaku tindak pidana illegal logging (pembalakan liar) di harapkan tidak melakukan penebangan kayu di hutan secara berlebihan dan para pembisnis kayu tidak melakukan secara illegal.
3. Mari bersama menjaga hutan, karena hutan adalah warisan untuk anak cucu kedepannya.