Poto: sumarsono/ petani Kopi Dataran Tinggi Gayo
Takengon,Satupena.co.id. Di tengah kabut pagi yang menyelimuti lereng-lereng hijau Kampung Lukup Sabun, Kecamatan Kute Panang, Kabupaten Aceh Tengah, tumbuhlah biji-biji harapan dari tanah tinggi Gayo. Di sinilah kopi Arabika Gayo tumbuh dengan tenang, menyerap kesejukan alam dan menyimpan cita rasa yang lembut serta aroma yang memikat.30 April 2025.
Kopi ini bukan sekadar minuman. Ia adalah napas perjuangan, denyut semangat para petani yang dengan sabar dan cinta mengolah setiap jengkal tanah. Salah satu sosok yang menjaga denyut itu tetap hidup adalah Sumarsono—seorang petani sekaligus jurnalis Harian Waspada. Ia menulis dengan pena yang sama tajamnya dengan cangkul yang menoreh tanah.
“Melalui tulisan, saya ingin dunia tahu bahwa kopi dari Lukup Sabun memiliki kualitas yang layak dihargai tinggi. Ini bukan hanya soal komoditas, ini tentang hidup para petani yang bergantung pada setiap panen,” ucapnya dengan mata berbinar.
Di kebun-kebun kopi milik warga, panen dilakukan secara selektif. Hanya buah yang matang sempurna yang dipetik, dijaga mutunya, dan diproses secara organik. Namun, seindah dan setinggi apa pun kualitasnya, harga jual di tingkat petani belum mampu sepenuhnya menopang kehidupan mereka.
Sahru, seorang kolektor kopi di wilayah tersebut, menjelaskan bahwa saat ini harga kopi ijo mencapai Rp103.000 per kilogram, gabah Rp480.000 per kaleng, dan gelondong Rp19.000 per kaleng. Ia menyebutkan bahwa harga bisa bervariasi antar daerah, tergantung musim dan ketersediaan buah.
“Saat ini kita sudah memasuki akhir musim buah, jadi harga relatif stabil. Di daerah lain yang masih ‘banjir buah’, biasanya harga bisa lebih tinggi,” tuturnya.
Kopi Arabika Gayo dari Lukup Sabun bukan hanya suguhan rasa di lidah, tetapi juga cerita tentang ketekunan, pengorbanan,