Bener Meriah, Satupena.co.id. Pagi itu, Jumat (15/8/2025), Aula Satuan Reskrim Polres Bener Meriah tak seperti biasanya. Bukan sidang perkara atau konferensi pers yang digelar, melainkan momen sakral dua insan yang memutuskan mengikat janji suci, meski sang mempelai pria tengah mengenakan baju tahanan.
FH, seorang pria yang kini mendekam di Rutan Polres Bener Meriah karena dugaan kasus pencurian, duduk bersila di hadapan penghulu. Di sampingnya, TF, perempuan berkerudung putih, menunduk haru. Di antara keduanya, terhampar sajadah dan mas kawin sederhana, tanda cinta yang tak lekang meski dibatasi jeruji besi.
Kepala KUA Kecamatan Wih Pesam, Muslih, memimpin prosesi akad nikah itu. Suara ijab kabul yang tegas dari FH seakan menembus batas stigma, membuktikan bahwa cinta tetap punya ruang di hati siapa pun, di manapun.
“Sah,” kata para saksi, serentak menggetarkan ruang yang dijaga ketat enam personel Satreskrim dan Sat Tahti Polres Bener Meriah.
Di sudut ruangan, ayah FH menyeka air matanya. “Meski keadaannya begini, saya ingin anak saya menikah dengan cara yang baik dan halal,” ucapnya lirih. Keluarga mempelai perempuan pun mengangguk setuju, menerima semua keterbatasan yang ada.
Kanit I Pidum Satreskrim, Ipda Suhardi, S.E., yang memimpin pengamanan menjelaskan, pernikahan ini adalah bagian dari penghormatan terhadap hak asasi manusia. “Selama proses hukum berjalan, hak-hak dasar tersangka tetap kami fasilitasi, tentu dengan pengawasan ketat,” ujarnya.
Pernikahan ini dilaksanakan berdasarkan surat permohonan resmi dari KUA Wih Pesam, Nomor: B.374/KUA.01.19.5/PW.00/08/2025, yang diajukan pada 11 Agustus 2025. Izin diberikan agar prosesi dapat berjalan khidmat, meski di dalam lingkungan kepolisian.
Usai akad, tak ada pesta atau sesi foto panjang. FH hanya sempat menggenggam tangan istrinya sejenak, sebelum petugas kembali membawanya ke ruang tahanan. TF menatap kepergian suaminya dengan mata berkaca-kaca — sebuah pemandangan yang menyisakan kesunyian di tengah riuh langkah kaki petugas.
Cinta mereka kini terikat janji, namun ujian masih menunggu. Dan di antara tembok dingin serta waktu yang membatasi, doa menjadi satu-satunya penghubung yang tak bisa dipenjara.