Takengon-satupena.co.id
Buku “Didong Ciptaan Sali Gobal” terbit. “Alhamdulillah, akhirnya buku orang tua kami terbit, berisi biografi singkat dan kumpulan didong yang diciptakannya. Sudah selesai cetak, alhamdulillah. Sudah mulai dipromosikan juga oleh penerbit,” kata Binta Maela, S.Pd., putra alm. maestro ceh Didong Gayo alm. Sali Gobal dari Kelop Kemara Bujang, Minggu (9/6/2024).
Buku “Didong Ciptaan Sali Gobal” disusun Abduli, Sukri S, Pependy S, Riansa Ariefa, S.Pd., dan Binta Maela, S.Pd, diterbitkan Mahara Publishing (2024). Buku tersebut berisi 133 karangan Sali Gobal, ada 260 halaman, ukuran 17×24 cm. Diungkapkan anak keempat Sali Gobal tersebut, tahun 1989, karya-karya Sali Gobal sudah pernah diketik ulang dengan menggunakan mesin ketik. Kemudian, diketik ulang menggunakan komputer. “Jadinya ada sedikit perubahan. Terutama, di daftar isi yang sebelumnya belum diurut berdasarkan abjad. Sekarang, sudah alfabetis, kecuali “Urohe” dan “Persalaman.” Sebab, dalam didong jalu (didong yang dipertandingkan semalam suntuk), “Urohe” pertama dilagukan. Lalu, “Persalaman” dan dilanjutkan dengan lagu lainnya,” sebutnya.
Dilanjutkan Binta Maela, almarhum Sanusi Aman Jemara (putra sulung Sali Gobal) merupakan yang paling bersusah payah mengumpulkan lagu-lagu Sali Gobal. “Saya menyaksikan sendiri, bagaimana Bang Sanusi berkali-kali menulis ulang lagu didong Bapak karena sering hilang. Tahun 1988, waktu saya pulang ke Takengon, saya minta ke beliau agar semua catatan lagu ciptaan Bapak saya bawa ke Binjai. Kemudian, mulai saya ketik manual dengan mesin ketik dan selesai tahun 1989,” tuturnya.
Tujuan pengetikan ulang, pembukuan, dan penerbitan karya-karya Saling Gobal, sambungnya, untuk mendokumentasikan lagu-lagu ciptaan Sali Gobal, terutama yang sudah ada pada keluarga. “Masih ada juga yang belum ada sama kami, walaupun kami sudah berusaha mencarinya dan mengingat-ngingat kembali. Tapi, belum ketemu, terutama pada saat awal berdirinya kelop Kemara Bujang. Pada saat itu, sudah mulai didong semalam suntuk. Lagu-lagu didong pun sifatnya hafalan. Jadi, tidak membawa catatan ke arena pertandingan. Namanya hafalan, lambat laun lupa. Lagu-lagu seperti inilah yang tidak ada sama kami, keluarga,” aku Binta Maela.
Ke depannya, harap Binta Maela, lagu-lagu karangan Sali Gobal bisa direkam ulang. Juga, membuat not baloknya. “Termasuk, menerjemahkannya ke bahasa Indonesia, mendaftarkan hak cipta lagu-lagu Sali Gobal, dan bagaimana buku ini bisa mengisi perpustakaan di Indonesia, terutama yang ada di Gayo (Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Bener Meriah, Lokop Serbejadi Aceh Timur, dan Kalul Aceh Tamiang). Lebih dari itu, keluarga berharap ada Museum Sali Gobal nantinya,” tegasnya.