Aceh Tengah, Satupena.co.id– Proyek pembangunan gedung SMP Negeri 37 Ketol di Desa Jalan Tengah, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah, menuai sorotan publik. Selain lemahnya penerapan standar keselamatan kerja, terdapat dugaan ketidakjelasan dalam penggunaan anggaran penimbunan yang telah tercantum dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB). Jumat, 4/10/25.
Pantauan di lapangan, para pekerja terlihat mengerjakan pembangunan tanpa menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) standar, seperti helm proyek, rompi, maupun sepatu keselamatan. Padahal, regulasi terkait keselamatan kerja sudah sangat jelas. Permen PUPR Nomor 21/PRT/M/2019 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK) mengatur bahwa kontraktor wajib memastikan setiap pekerja dilengkapi APD, dan pelanggaran atas aturan ini dapat dikenakan sanksi administratif hingga penghentian sementara pekerjaan.
Kepala SMPN 37 Ketol, Muliadi, S.Pd, mengakui sudah mengingatkan pekerja soal kewajiban memakai APD. Namun, teguran tersebut tidak diindahkan.
“Sudah saya sampaikan agar mereka menggunakan APD, tapi ditolak dengan alasan panas dan risih,” ujar Muliadi.
Masalah lain muncul terkait aktivitas pengerukan tanah tebing menggunakan alat eskavator kecil di area sekolah. Tanah hasil galian dipakai untuk menimbun lokasi pembangunan. Muliadi menyebut, rencananya lokasi tersebut akan dibangun turap, dengan anggaran yang akan diusulkan ke dinas terkait.
Namun, berdasarkan dokumen RAB yang diperoleh wartawan, biaya untuk pekerjaan timbunan sebenarnya sudah dianggarkan. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: kemana dialihkan biaya penimbunan yang sudah disediakan dalam RAB, jika pada kenyataannya timbunan diperoleh dari tanah hasil galian?
Sejumlah praktisi konstruksi menilai, jika benar terdapat perbedaan antara realisasi pekerjaan dengan item yang sudah dianggarkan, maka hal itu berpotensi menyalahi aturan. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, setiap pelaksanaan pekerjaan harus mengikuti spesifikasi teknis dan peruntukan anggaran sebagaimana tercantum dalam kontrak. Penyimpangan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum, bahkan berpotensi merugikan negara.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas Pendidikan Aceh Tengah maupun dinas teknis terkait belum memberikan penjelasan resmi mengenai dua persoalan tersebut: lemahnya penerapan standar keselamatan kerja dan dugaan ketidakjelasan penggunaan anggaran timbunan.
Masyarakat berharap aparat pengawas proyek, inspektorat, hingga aparat penegak hukum dapat menindaklanjuti persoalan ini agar pembangunan berjalan sesuai aturan dan terhindar dari praktik penyimpangan. ( Onot P )