Bener Meriah – Satupena.co.id
Tokoh masyarakat Bener Meriah, Abu Bakar, angkat bicara soal konflik agraria yang kembali mencuat di kawasan Pintu Rime Gayo. Konflik ini dipicu oleh rencana pemerintah daerah untuk mengembangkan lahan yang telah lama digarap oleh masyarakat secara turun-temurun, tanpa kejelasan status kepemilikan.
Menurut Abu Bakar, penyelesaian persoalan tersebut harus dilakukan melalui skema Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), yang dinilai sebagai solusi paling adil dalam mengembalikan hak-hak masyarakat atas lahan yang telah mereka kelola sejak lama.
“Tanah itu sudah dikelola masyarakat jauh sebelum ada program pemerintah daerah. Jika lahan itu diambil alih tanpa kepastian hukum dan keadilan sosial, maka negara telah gagal menjalankan mandat konstitusi, tegas Abu Bakar kepada wartawan, Kamis (31/7/2025).
Ia menilai bahwa langkah pemerintah yang berencana memanfaatkan lahan tersebut untuk program-program strategis, seperti peternakan atau investasi, justru berpotensi mengabaikan prinsip keadilan sosial dan kemakmuran rakyat.
“Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 jelas menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kalau masyarakat yang sudah lama mengelola malah disingkirkan, lalu untuk siapa negara bekerja? ujarnya kritis.
Abu Bakar juga menyoroti kekhususan Aceh sebagai daerah dengan otonomi khusus, yang seharusnya mampu memberikan perlindungan lebih kepada masyarakat adat dan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam.
“Pemerintah daerah jangan hanya jadi perpanjangan tangan pusat. Mereka harus berani berdiri di sisi rakyat. Kalau tidak, ini akan menjadi preseden buruk, seperti konflik-konflik agraria yang marak terjadi di Sumatera Utara dan daerah lainnya, katanya memperingatkan.
Ia turut mengungkapkan kekhawatiran masyarakat terhadap adanya kepentingan tersembunyi di balik kebijakan pengalihan lahan tersebut. Karena itu, Abu Bakar mendesak pemerintah untuk melakukan verifikasi faktual, serta memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat penggarap melalui program TORA.
“Kalau ini tidak segera diselesaikan secara adil dan transparan, masyarakat akan kehilangan hak hidup mereka. Dan jika lahan benar-benar diambil tanpa dasar hukum yang sah, kami anggap itu sebagai bentuk perampasan, pungkasnya.
Reporter: Iwan
Editor: ZAS