Scroll untuk baca artikel
AcehACEH TENGAHBerita

Diduga Ada Pungutan Rp10,3 Juta per Calon Reje, Pemilihan Kepala Kampung Blang Delem Disorot

77
×

Diduga Ada Pungutan Rp10,3 Juta per Calon Reje, Pemilihan Kepala Kampung Blang Delem Disorot

Sebarkan artikel ini
Sumber Poto: Google AI 20/10/2025

Aceh Tengah, Satupena.co.id.– Proses pemilihan Reje Kampung (Kepala Desa) di Kampung Blang Delem, Kecamatan Celala, Kabupaten Aceh Tengah, menuai sorotan setelah muncul dugaan adanya pungutan biaya administrasi sebesar Rp10.300.000 bagi setiap calon yang ingin mendaftar.

Informasi tersebut beredar di tengah masyarakat setelah salah satu warga, yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengungkapkan hal itu kepada media ini pada Senin, 13 Oktober 2025.Menurutnya, pungutan tersebut menjadi syarat mutlak bagi setiap calon yang hendak mengikuti pemilihan.

“Dana sebesar sepuluh juta lebih itu harus disetorkan ke panitia sebagai syarat pencalonan Reje Kampung,” ungkap sumber tersebut melalui pesan WhatsApp.

Hingga berita ini diturunkan, diketahui sudah ada tiga calon yang mendaftar dan menyetorkan biaya tersebut kepada panitia, yakni Disa Putra, Sutarmi, dan Andri Syahputra. Namun, warga mulai mempertanyakan dasar hukum pungutan tersebut.

Dalam dokumen berjudul “Berita Acara Musyawarah Anggaran Pemilihan Reje Kampung Blang Delem Nomor: 01/BRG/2025” tertanggal 14 Oktober 2025, ketiga calon tersebut disebut sepakat menanggung tambahan biaya kegiatan pemilihan karena dana kampung dianggap tidak mencukupi.
Dokumen itu ditandatangani di atas materai dan diketahui oleh Ketua Panitia Pemilihan Reje (P2R), Ketua RGM, Reje Kampung, Kasi Pemerintahan Kecamatan Celala, dan Ketua Forum Reje Kecamatan Celala.

Baca juga Artikel ini :  Kapolsek Bandar Imbau Warga Tetap Tenang, Kasus Pengeroyokan di Bener Meriah dalam Proses Mediasi

Namun, salah satu sumber di kampung itu menyebutkan bahwa ada pula kesepakatan tidak tertulis terkait pengembalian dana calon yang kalah.

“Katanya kalau nanti tiga calon ikut, uang calon yang kalah akan dikembalikan lewat dana desa, tapi tidak penuh. Yang menang tidak dikembalikan,” ungkapnya.

Skema ini menimbulkan pertanyaan serius karena dana desa bersumber dari APBN, yang penggunaannya telah diatur ketat untuk pembangunan, pemberdayaan, dan pelayanan masyarakat, bukan untuk biaya politik.

Menanggapi hal tersebut, Ali Umar, anggota P2R Kampung Blang Delem, saat dikonfirmasi wartawan, membenarkan adanya pungutan administrasi sebesar Rp10,3 juta per calon.Menurutnya, langkah itu diambil karena anggaran desa yang tersedia hanya sekitar Rp10 juta, tidak cukup untuk membiayai seluruh proses pemilihan.

Baca juga Artikel ini :  Tiga Rumah Hangus Dilalap Api di Mesidah, Kerugian Capai Rp 400 Juta

“Dana dari desa hanya sekitar sepuluh juta rupiah, jadi tidak mencukupi kebutuhan pelaksanaan pemilihan Reje,” jelas Ali Umar, Sabtu (18/10/2025).

Sementara itu, Camat Celala, Yusri Johan, juga membenarkan adanya kesepakatan antara panitia dan calon reje. Namun ia menegaskan bahwa pihak kecamatan tidak ikut campur dalam keputusan tersebut.

“Itu kesepakatan di tingkat desa, bukan keputusan kami. Kalau dana tidak cukup, sebenarnya bisa ditunda saja pemilihannya. Tapi panitia dan masyarakat ingin tetap melanjutkan dengan biaya bersama,” ujar Yusri Johan melalui pesan WhatsApp.

Berdasarkan regulasi, pungutan semacam itu tidak dibenarkan secara hukum.
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 34 ayat (2) menyebutkan bahwa biaya pemilihan kepala desa dibebankan pada APBD kabupaten.
Selain itu, Permendagri Nomor 112 Tahun 2014 yang telah diubah dengan Permendagri Nomor 65 Tahun 2017, secara tegas melarang panitia melakukan pungutan kepada bakal calon kepala desa.

Baca juga Artikel ini :  Ismail Resmi Dilantik Sebagai PAW Anggota DPRK Langsa Periode 2024-2029

Pasal 31 ayat (2): “Panitia pemilihan kepala desa dilarang melakukan pungutan dalam bentuk apa pun kepada bakal calon kepala desa.”

Seorang pemerhati tata kelola pemerintahan di Aceh Tengah menilai, kesepakatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tetap batal demi hukum.

“Kesepakatan tidak bisa dijadikan pembenaran untuk melanggar qanun atau undang-undang. Jika benar dana desa digunakan untuk mengembalikan uang calon, itu berpotensi menjadi penyalahgunaan anggaran,” ujarnya.

Praktik pembiayaan bersama dalam pemilihan reje di Aceh Tengah disebut bukan kali pertama terjadi. Meski sering disebut sebagai hasil “musyawarah” atau “kesepakatan bersama”, sejumlah pengamat menilai praktik ini mencederai prinsip demokrasi di tingkat kampung dan berpotensi membuka ruang politik uang di level pemerintahan paling bawah.