Sulawesi Utara, Satupena.co.id.- Aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) di wilayah Ratatotok, Minahasa Tenggara, kian meresahkan masyarakat. Sejumlah nama diduga kuat menjadi aktor utama dalam tambang ilegal tersebut, salah satunya berinisial ICAT Kojongian bersama kelompoknya (ICAT Cs). Kasus ini kini menjadi sorotan tajam publik dan organisasi masyarakat.
Ketua Umum LSM Garda Timur Indonesia (GTI), Fikri Alkatiri, dalam pernyataan resminya menegaskan bahwa praktik tambang ilegal tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga sarat dengan tindak pidana yang merugikan negara.
“Kami mendesak Kapolda Sulawesi Utara segera menangkap dan memproses hukum ICAT Cs. Penegakan hukum tidak boleh tebang pilih,” tegas Fikri.
Menurut GTI, aktivitas tambang ilegal di Ratatotok diduga menggunakan bahan kimia berbahaya seperti sianida dan merkuri. Kedua zat ini sangat berpotensi mencemari tanah, air, dan laut, sehingga merusak ekosistem serta mengancam kesehatan masyarakat. Selain itu, tambang ilegal tersebut juga disinyalir menggunakan BBM subsidi secara ilegal untuk mendukung operasional alat berat, yang jelas menambah daftar pelanggaran.
“Jika praktik ini terus dibiarkan, dampaknya bukan hanya kerusakan lingkungan, tetapi juga memicu konflik sosial dan merugikan keuangan negara,” tambah Fikri.
LSM dan tokoh masyarakat mendesak agar penindakan hukum tidak hanya menyasar pekerja lapangan, melainkan juga menyentuh aktor intelektual dan pemodal di balik aktivitas PETI. Publik menanti langkah tegas Polda Sulawesi Utara dalam menjaga kelestarian lingkungan dan memastikan keadilan hukum ditegakkan secara menyeluruh.
Dengan semakin kuatnya sorotan publik, masyarakat berharap pemerintah daerah bersama aparat penegak hukum segera mengambil tindakan nyata untuk menghentikan aktivitas tambang ilegal di Ratatotok, demi menyelamatkan generasi mendatang.