Medan, Satupena.co.id-
Seorang wartawan media online bernama Abd Halim menyuarakan kekecewaannya terhadap kinerja Polrestabes Medan setelah laporannya atas kasus penganiayaan yang menimpanya tak kunjung mendapatkan kejelasan, meski telah delapan bulan berlalu sejak peristiwa itu terjadi.
Kasus penganiayaan tersebut terjadi pada Kamis, 4 September 2024 sekitar pukul 14.00 WIB, diduga dilakukan oleh Salbiah Boru Sibarani dan kawan-kawan. Akibat kejadian itu, Halim mengalami luka serius—mata bengkak, kening robek hingga membutuhkan dua jahitan, serta dagu lebam—yang membuatnya harus dirawat inap selama beberapa minggu di Rumah Sakit Haji Medan.
Dengan mata berkaca-kaca, Halim mengungkapkan kekecewaannya kepada wartawan.
“Kok begini pelayanan Polrestabes Medan ini ya, Bang? Apa karena aku orang susah, makanya laporan polisi yang aku buat tidak ada kejelasan?” ujarnya dengan nada terbata-bata pada Selasa (27/5/2025).
Halim melaporkan kasus ini melalui Laporan Polisi Nomor: LP/B/2571/IX/2024/SPKT/Polrestabes Medan/Polda Sumatera Utara, tertanggal 7 September 2024. Namun hingga berita ini diterbitkan, para terduga pelaku masih bebas berkeliaran tanpa status hukum yang jelas. Hal ini menimbulkan kesan bahwa mereka kebal terhadap hukum.
Sebagai Pemimpin Redaksi SumutCenter.com, Halim mengaku telah berkali-kali mendatangi Polrestabes Medan untuk menanyakan perkembangan kasusnya, namun tidak mendapat kepastian apapun dari penyidik yang menangani.
Karena tidak adanya kejelasan, Halim akhirnya menunjuk kantor hukum Law Office Arizal, S.H., M.H. & Rekan untuk mendampingi secara hukum. Kuasa hukum Halim, Muhammad Azizi, S.H., membenarkan bahwa kliennya telah memberikan kuasa pada 17 Mei 2025.
Azizi menyatakan, pihaknya telah mengirimkan surat kepada Kapolrestabes Medan dengan Nomor: 008/SK-Pid/V/2025, tertanggal 21 Mei 2025. Dalam surat itu, mereka meminta agar para pelaku segera ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan upaya paksa berupa penangkapan dan penahanan.
“Semua orang sama di hadapan hukum. Tidak ada alasan hukum bagi penyidik untuk menunda penetapan tersangka jika alat bukti sudah cukup,” tegas Azizi.
Menurut Azizi, penyidik telah memeriksa kliennya sebagai korban sebanyak tiga kali serta mengarahkan untuk melakukan Visum Et Repertum di Rumah Sakit Haji Medan. Penyidik juga telah memeriksa saksi-saksi fakta dan menerbitkan SPDP Nomor: B/332/IV/RES.1.6./2025/Reskrim tertanggal 22 April 2025, yang menandakan perkara telah naik ke tahap penyidikan.
Namun hingga kini, belum ada penetapan tersangka. Padahal menurut Azizi, berdasarkan alat bukti yang ada, unsur pidana dalam kasus ini telah terpenuhi.
Mengutip berbagai peraturan hukum, termasuk KUHAP, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian RI, serta Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 dan Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, Azizi menilai penetapan tersangka dan upaya paksa sangat wajar dan beralasan demi tegaknya hukum dan keadilan.
“Langkah ini juga penting agar para pelaku tidak melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan tidak mengulangi perbuatannya,” pungkas Azizi.
Hingga saat ini, publik dan insan pers masih menantikan langkah tegas dari Polrestabes Medan dalam menyikapi laporan ini. Kasus ini menjadi ujian transparansi dan integritas penegakan hukum di tengah sorotan masyarakat terhadap profesionalitas aparat.
(Red/Ade SPT)










