Pendidikan

Refleksi Hari Santri Nasional: Santri Aceh Mesti “Kaya”

25
×

Refleksi Hari Santri Nasional: Santri Aceh Mesti “Kaya”

Sebarkan artikel ini

0:00

Oleh Bung Syarif

 

Banda Aceh – Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) merupakan bentuk pengakuan negara atas peran penting kaum kiyai dan para santri dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sejarah mencatat bahwa santri telah mengabdikan hidupnya untuk membebaskan Indonesia dari cengkeraman kolonialisme.

 

Salah satu momen penting yang menunjukkan kontribusi santri dalam mempertahankan kemerdekaan adalah Resolusi Jihad yang dipelopori oleh KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Pada 22 Oktober 1945, melalui Resolusi Jihad ini, santri dan masyarakat Indonesia terpanggil untuk berjihad melawan penjajah Belanda. Semangat ini meletus dalam pertempuran besar di Surabaya pada 27-29 Oktober 1945, yang menyebabkan kematian pemimpin kolonial Inggris, Brigadir Jenderal AWS Mallaby.

 

Resolusi Jihad tidak hanya memobilisasi santri, tetapi juga menyatukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan rakyat, termasuk santri, dalam perjuangan melawan kolonialisme. Hari ini, momentum tersebut harus kita jadikan inspirasi untuk membangun narasi mimpi besar bagi santri masa kini, terutama santri Aceh.

 

Potensi santri di Aceh sangat besar, dan hari ini kita melihat bagaimana santri Aceh semakin unggul dengan talenta luar biasa. Melalui berbagai platform media sosial, kita melihat santri Aceh menciptakan inovasi, mulai dari merakit pesawat dan robot, hingga menghasilkan karya seni yang kreatif dan mendalami Kitab Turats (Kitab Gundul). Inilah yang saya sebut sebagai santri yang “kaya.”

Baca juga Artikel ini :   Sosok Dr. Iswadi, M.Pd. dimata Tokoh Pemuda Pantai Barat Selatan.

 

Kekayaan yang saya maksudkan di sini bukanlah kekayaan materi, melainkan kekayaan ilmu dan wawasan, adab, inovasi dan kreasi, serta kekayaan relasi. Dengan kekayaan inilah santri Aceh akan mampu bersaing di kancah globalisasi. Oleh karena itu, Lembaga Pendidikan Dayah di Aceh harus mampu beradaptasi untuk mencetak kader ulama dan intelektual Muslim yang tangguh, terutama dalam menghadapi era Indonesia Emas. Dalam mewujudkan santri Aceh yang “kaya”, saya menawarkan enam prinsip utama:

 

Pertama, santri harus menjadi pelopor kebaikan (saafiq al-khair). Dimanapun berada, santri harus menjadi penggerak kebaikan melalui tutur kata, tindakan, dan karakter yang mencerminkan pendakwah sejati. Semangat untuk berbuat kebajikan harus menjadi dominan, dan mengurangi kecenderungan untuk saling mengklaim kebenaran atau merasa diri paling benar.

Baca juga Artikel ini :   Bunda PAUD Pidie Ny. Saptati Rengganis, S.P.,d Tinjau SDN 1 Sigli

 

Kedua, santri harus berperan sebagai penerus ulama (naasib al-‘ulama). Santri merupakan calon ulama masa depan Aceh yang harus mewarnai seluruh sendi kehidupan bernegara. Oleh karena itu, perlu ada standarisasi dan pengakuan negara terhadap ijazah para alumni dayah. Dayah Salafiyah (Tradisional) harus mempertimbangkan untuk mengambil program Satuan Pendidikan Muadalah (SPM) atau Pendidikan Diniyah Formal (PDF), sehingga ijazah mereka diakui oleh negara dan santri dapat berkiprah di berbagai institusi, termasuk menjadi anggota TNI/Polri atau melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.

 

Ketiga, santri harus benar-benar menjauhi kemaksiatan. Ilmu yang diperoleh selama masa pendidikan di dayah harus menjadikan santri pribadi yang tawaduk, santun, dan berbudi luhur. Santri harus menjadi pendakwah yang baik, tidak hanya melalui kata-kata, tetapi juga melalui perbuatan.

 

Keempat, setiap tindakan santri harus didasari dengan niat untuk meraih ridha Allah. Jika keridhaan Allah sudah tercapai, keberkahan akan menyertai setiap aktivitas santri.

 

Kelima, santri Aceh harus dibekali dengan keterampilan life skills dan muatan kewirausahaan agar mereka mandiri dan memiliki jiwa kewirausahaan yang kuat. Keterampilan ini penting agar santri mampu beradaptasi dengan lingkungan dan tantangan zaman.

Baca juga Artikel ini :   Bincang-bincang "Kuliah ke Malaysia" WGC, Dr. Anna Permatasari Kamarudin, S.Tp., M.B.A: "Lebih Terjangkau dan Ada Kampus Top Dunia"

 

Keenam, santri Aceh harus menguasai teknologi digital dan bahasa asing. Hidup di era globalisasi dan post-modernisme menuntut santri untuk adaptif terhadap perkembangan dunia. Lembaga Pendidikan Dayah harus membuka diri dalam menyusun kurikulum yang relevan dengan kebutuhan zaman. Tidak ada lagi alasan bahwa belajar bahasa asing adalah hal yang kurang penting. Di era global ini, keterampilan bahasa dan kemampuan digital adalah kunci untuk membuka peluang di berbagai bidang.

 

Dengan prinsip-prinsip ini, santri Aceh akan memiliki modal besar untuk membangun peradaban Aceh yang bermartabat. Selamat memperingati Hari Santri Nasional 22 Oktober 2024. Santri Aceh hebat dan siap bersaing di tingkat global. Takbir!

 

Penulis adalah Kabid SDM dan Manajemen Disdik Dayah Kota Banda Aceh, Pengurus ICMI Kota Banda Aceh periode 2024-2029, Ketua Komite Dayah Terpadu Inshafuddin, dan Dosen Legal Drafting FSH UIN Ar-Raniry.

 

 

Ketuk Play Untuk Melihat Tayangan Live DMTV Malang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *